<center>
<a href="www.unhas.ac.id" title="Blogger Unhas" target="_blank"><img alt="Blogger Unhas" src=" http://i46.tinypic.com/359d205.jpg " /></a></center></center>
Rabu, 15 Agustus 2012
Banner Blogger Unhas
Cerita Lucu dengan Pak Polisi (nyata)
Sumber gambar: Kaskus |
Kali ini saya akan bercerita pengalaman saya kena tilang dengan polisi kocak.
Dari pada berlama-lama, saya langsung saja ceritakan.
Beberapa waktu yang lalu, saya ditilang karena alasan spion motor saya tidak memenuhi persyaratan.
setelah diberhentikan saya dimintai SIM dan STNK. saya serahkan cuma STNK (dengan pajak yang kadaluarsa, tapikan tidak jadi masalah), Karna SIM dan semua identitas saya Hilang. Trus si Pak Polisi menyuruh untuk ikut ke Pos Polisi dgna menahan STNK saya. Saya pun ikut.
Setelah sampai di Pos, si pak polisi menjelaskan kesalahan saya
- Spion bukan standar yang di tetapkan
- Mengendarai kendaraan tanpa dilengkapi surat2
- Pajak STNK kadaluarsa
Dari beberapa alasan tersebut tidak sepenuhnya saya terima. yang saya akui sebagai kesalahan hanya pada poin dua (trus ayu tintin datang : dua.... sar*mi isi dua sar*mi, sar*mi isi duaaaa....) karena Sion saya baru kalu ini dipermasalahkan, sudah beberapa kali saya di setop pak Polisi taoi tidak pernah mempermasalahkan Spion. Trus pajak STNK kan tidak ada urusannya sama Polisi.
Sehingga Terjadi Perdebatan Kusir antara saya dan si "oknum" Polisi. Saya pun jadi dongkol saat dia bilang saya "bodoh". Enak saja dia bilang saya bodoh, saya belajar sudah 16 Tahun atau lebih dari 60 % hidup saya. Dan dapat digaris Bawahi, di cetak tebal, miring dan diberi lampu terang-terang kalo itu semua TIDAK GRATIS dan seenaknya saja si Pak polisi bilang saya bodoh??. saya jelas tidak terima, bukannya saya takabur dan yakin diri saya pintar, tapi ini termasuk penghinaan dan merupakan perlakuan yag tidak menyenangkan serta bisa dipidanakan.
Lucunya dimana?
Lucunya disini, saat dia tanya , "adek ini mahasiswa?" saya jawab iya pak. trus nanya lagi "dimana?". sya jawab lagi "Unhas pak Makassar". Trus dia bilang "Kamu cuma Mahasiswa Unhas saya ini Alumni Mahasiswa di UI Jakarta". Dalam hati saya "trusss??. saya gantian nanya "di jurusan apa pak?". Si bapak jawab "Jurusan Komunikasi Hubungan Internasional". Saya Heran Mang ada jurusan begitu??. Sayapun tangkis jawabannya "pak mang ada Jurusan Komunikasi Hubungan Internasional?"
"Iya Jurusan Ilmu Komunikasi Hubungan Internasional" tangkisnya lagi
"gini ya pak, setau saya Ilmu Komunikasi dan HI itu beda jurusan pak" tak\ngkisku lagi
"tahu apa kamu saya kan kuliah disana empat tahun" Tangkisnya lagi
"saya pernah studi banding di sana pak, dan itu jurusan berbeda. ada jurusan Ilmu Komunikasi ada jurusan HI" tagkisku lagi (dan kemudiankami bermain Bulu tagkis)
"oh begitu, saya bru ingat saya jurusan Ilmu Kounkasi" ngelak dia
"tapi kok gelarnya S.Sos? kan komunikasi S.I.Kom?" heran saya sambil senyum licik
dia pun naik pitam dan mengancam bukan cuman STNK saya yang ditahan Tapi juga Motor saya. lah dendam. dan dia lebih marah lagi saat saya tanya, "pak apa ukuran spion yang standar?" lebernya berapa tingginya berapa?". "yang standar, Pokoknya strandar". dia kemudian tulis surat tilang yang juga saya proes karena kok cuma selembar. maksudnya tidak ada lembaran untuk di tembuskan kemana. dia pun menawarkan untuk bayar 150.000 dan semuanya selesai disini. kataya ada aturannya di surat tilang yang cuma selembar itu. saya pun tidak percaya dan memilih di pengadilan saja.
INIKAH PELAYANAN PRIMA DARI POLISI YANG NOTA BENE PELAYAN MASYARAKAT???
Kasihan POLISI yang jujur, mereka selalu di generalisasikan dengan polisi kocak yang setahu saya jumlahnya tidak sedikit menurut beberapa cerita lainnya.
Salam dari saya.
Sabtu, 11 Agustus 2012
Tuhan Tidak Pernah Benar
Oleh: Gede Prama
Setiap
jenjang kedewasaan yang lebih tinggi, demikian pengalaman saya bertutur, sering
kali mentertawakan jenjang kedewasaan di bawahnya. Ketika baru saja mulai belajar bekerja
sebagai seorang sarjana baru di salah satu perusahaan Jepang, kerap kali dalam
rapat saya ditertawakan orang karena berbicara dengan jargon-jargon universitas
yang asing. Tatkala baru belajar berbicara di depan umum, tidak sedikit orang
yang mengatakan bahwa muka saya merah ketika didebat orang. Pada saat baru
belajar memimpin orang, sejumlah bawahan memberi masukan kalau saya mudah
sekali tersinggung. Pada tahapan-tahapan tertentu dalam kehidupan saya sebagai
manusia, pernah terjadi Tuhan tidak pernah saya anggap benar. Ketika belum jadi
manajer, memohon ke Tuhan agar jadi manajer. Namun, begitu merasakan beratnya
duduk di kursi pimpinan ini, maka Tuhanpun disesalkan. Tatkala, naik bus kota
sering berdoa agar punya mobil. Saat mobil sudah di tangan, kemudian
menggerogoti kantong dengan seluruh kerusakannya, maka salah lagilah Tuhan.
Sekarang,
ketika tabungan pengalaman dan kesulitan telah bertambah, rambut sudah mulai
memutih, badan dan jiwa mulai lebih tahan bantingan, terlihat jelas, betapa
naif dan kekanak-kanakannya saya pernah jadi manusia.
Yang membuat
saya super heran, kalau bertemu orang dengan umur yang jauh lebih tua dari
saya, tetapi memiliki tingkat kenaifan yang sama dengan saya ketika masih amat
muda.
Bekerja dengan orang lain,
bahkan termasuk dengan pemilik perusahaanpun, tidak ada yang dinilai benar dan
pintar. Setiap orang, di mata orang ini, hanyalah kumpulan manusia yang tidak
patut dihargai. Kecuali, tentunya manusia-manusia dengan isi kepala yang sama,
atau mau berkorban menyesuaikan diri sepenuhnya.
Di salah satu
perusahaan yang menjadi klien saya, orang mengenal seorang pimpinan yang diberi stempel Mr.
Complain. Semua orang di sekitarnya -dari sekretaris hingga boss besar-
dikeluhkan begini dan begitu. Dengan saya, Tuhanpun sering di-complain. Dari
salah profesi, keliru memilih istri, anak-anak yang tidak bisa diurus, sampai
dengan pemilik perusahaan yang dia sebut super kampungan. Sebagai hasilnya, ia
memiliki koleksi musuh yang demikian banyak, pindah kerja dari satu tempat ke
tempat lain, dan yang paling penting memiliki kehidupan yang kering kerontang.
Di mata orang-orang seperti
ini, Tuhan senantiasa tidak pernah benar. Sulit sekali bagi manusia jenis ini
untuk menerima saja lingkungan dan rezekinya. Yang ada hanyalah keluhan,
keluhan dan keluhan.
Dengan
sedikit kejernihan, diri kita sebenarnya karunia Tuhan yang paling berharga.
Anda dengan hidung, mata, bibir, kepribadian, ketrampilan, dan senyuman yang
Anda miliki, hanya dimiliki oleh Anda sendiri.
Tukang jahit jarang sekali
membuat satu model baju untuk satu orang saja. Pabrik mobil sangat sedikit yang
membuat mobil hanya untuk satu orang saja. Arsitek sedikit yang gambarnya
diperuntukkan hanya untuk satu orang saja. Kalaupun ada tukang jahit, pabrik
mobil dan arsitek yang membuat disain khusus, dengan sangat mudah orang lain
bisa menirunya.
Tetapi Tuhan, mendisain
setiap manusia semuanya dengan keunikan. Bahkan, manusia kembarpun tetap unik.
Dan yang paling penting, tidak ada satupun yang bisa meniru Anda dengan seluruh
keunikan Anda. Bayangkan, betapa sulit dan besar energi yang dibutuhkan untuk
mendisain sesuatu yang unik dan tidak bisa ditiru siapapun.
Bercermin
dari sini, disamping kita harus berterimakasih ke Tuhan karena menciptakan
keunikan yang tidak ada tiruannya, sudah saatnya untuk mencari cara bagaimana
keunikan dalam diri ini bisa dimaksimalkan.
Hidung saya yang tidak
mancung ini tentu saja hanya milik saya seorang diri. Dulu ia menjadi sumber
rasa minder, namun ketika ada orang yang mengatakan ini penuh keberuntungan,
maka berubahlah dia sebagai energi keberhasilan. Orang Bali dengan logat Batak,
hanyalah milik saya seorang diri, belakangan justru ini yang membuat
pembicaraan saya khas. Penulis manajemen yang berkombinasi dengan konsultan,
eksekutif dan bercampur dengan sedikit darah seniman, bisa jadi hanya menjadi
milik saya seorang diri. Tidak semua orang suka tentunya dengan saya, tetapi
inilah saya yang amat saya banggakan dan saya syukuri. Herannya, semakin banyak
kebanggaan yang saya sukuri, badan ini menarik saya ke serangkaian kebanggaan
yang lebih membanggakan lagi. Bahkan, terhadap satu unsur badan yang sebenarnya
tidak berubah-sebagai contoh hidung dengan meningkatnya rasa sukur, ia tampak
lebih menarik dan menarik. Demikian juga dengan istri, anak, mertua dan rezeki
Tuhan lainnya. Mereka bertambah cantik, menarik dan mendukung sejalan dengan
semakin banyaknya rasa syukur.
Kembali ke
cerita awal tentang manusia yang kerap menempatkan Tuhan dalam posisi tidak
benar selalu, sudah saatnya mungkin kita menerima dan menghargai seluruh
keunikan yang hanya milik kita sendiri.
Kalau memiliki rumah, mobil,
baju yang hanya didisain khusus untuk kita, tentu saja ia amat membahagiakan
dan membanggakan. Demikian juga dengan tubuh dan jiwa ini. Ia hanya didisain
khusus untuk kita.
Baik, buruk, cantik, ganteng,
menarik, simpatik atau membosankan sekalipun, sebenarnya hanyalah judul dan
stempel yang kita berikan ke tubuh unik yang kita bawa ke mana-mana ini.
Bedanya, judul ini kemudian tidak hanya merubah mata Anda, tetapi juga mata
orang lain dalam melihat diri Anda sendiri.
Rabu, 08 Agustus 2012
Manipulasi Simbolis Dunia Periklanan
sumber gambar: http://www.posmetro-medan.com/?p=1640 |
Jurusan Sosiologi FISIP Unsoed Purwokerto
KITA memang hidup di alam
simbolis. Kehidupan sehari-hari dunia modern ini, dikepung oleh takhayul simbol
yang memanifestasi dalam bahasa periklanan di televisi (teve), di billboard
pinggir jalan, di media cetak, di radio, dan di media-media lainnya.
Dalam situasi
seperti itulah, masyarakat modern dibentuk, termasuk bagaimana mereka kemudian
memosisikan diri dalam konstruksi sosial yang ada. Dalam kondisi itu pula,
manusia modern memproyeksikan kebahagiaan, kegembiraan, kepuasaan, posisi,
identitas diri, dan sebagainya.
Simbol adalah
"bahasa kepercayaan''. Dalam bahasa Gustav Jung, kita menggunakan
terminologi simbolik untuk merepresentasikan konsep yang tidak sepenuhnya kita
kuasai. Pada dataran simbolis itulah, dunia perdagangan sehari-hari
memanipulasi image, menciptakan ilusi yang secara sadar atau tidak kita
telah melakukan tindakan berdasarkan pencitraan simbol-simbol tersebut.
Pertanyaannya,
bagaimanakah simbol-simbol -terutama dalam dunia periklanan- dapat memersuasi
masyarakat? Apakah kondisi masyarakat memang sudah demikian rentan, tidak mampu
berpikir kritis, sehingga dapat dengan mudah dipengaruhi oleh iklan-iklan
tersebut?
Konstruksi
Realitas
Risiko adalah ciri
yang melekat pada segala aktivitas masyarakat global; dan tidak datang dari
alam untuk manusia, tetapi merupakan akibat dari perbuatan manusia (manufactured
risk).
Konsep risiko tidak
ditemukan pada masyarakat yang berpikir fatalistik (segala sesuatu diterima
sebagai kodrat ilahi), seperti masyarakat pada abad pertengahan.
Adapun masyarakat
risiko (risk society), tak lain merupakan kondisi masyarakat modern yang
-mau tidak mau- harus berada dalam masyarakat yang terbuka (open society).
Kondisi masyarakat risiko, tercermin dalam kehidupan masyarakat modern, yang
hidup dalam paradoks dan kontradiksi; paradoks antara kemajuan dan pengorbanan,
antara untung dan rugi.
Situasi demikian,
oleh Giddens disebut sebagai "modernitas kedua'', yang merupakan suatu
periode peralihan masyarakat; dan peralihan itu terjadi dengan menggelisahkan.
Dalam periode itu,
tatanan lama dirobohkan, tapi belum juga dibangun dan diganti dengan yang baru
(Sindhunata, Menuju Masyarakat Resiko, Basis: 2000).
Masyarakat risiko yang
mengalami anomali karena kehilangan pegangan nilai dan tradisi itulah, yang
sangat potensial disusupi nilai, ideologi global di dunia yang sudah tanpa
batas (boderless).
Realitas masyarakat
risiko yang rentan, terlihat jelas jika dihubungkan dengan kapitalisme
mutakhir, yang telah menjadi fenomena kontemporer karena mampu mencengkeram
hampir tiap lini kehidupan masyarakat lewat bisnis Trans Nasional
Corporative (TNC's).
TNS's banyak
memanfaatkan realitas "ruang kosong'' masyarakat yang telah kehilangan pegangan
dan identitas, untuk kepentingan industri berskala internasionalnya. Ruang
kosong yang berisi imajinasi, ilusi, fantasi, halusinasi, diproduksi secara
simbolis melalui ruang-ruang pencitraan dalam dunia iklan.
Dalam iklan,
terjadi produksi realitas menjadi realitas semu (maya) lewat produksi tanda
atau citra. Berkaitan dengan itu, Baudrillard mengungkapkan empat fase
perkembangan citra, yaitu citra sebagai refleksi realitas, citra menyembunyikan
absennya realitas, citra menyembunyikan dan menyimpangkan realitas, dan citra
yang sama sekali tidak berkaitan dengan realitas apapun (simulacrum
murni). Simulacrum adalah cara pemenuhan kebutuhan masyarakat
kontemporer akan tanda (Yasraf Amir Piliang, Hiperealitas Kebudayaan,
LKiS: 1999).
Melalui kancah reproduksi
simbol (citra) itu, relasi individu dengan konstruksi sosial dibentuk oleh
jalinan konsumerisme sehari-hari. Iklan memersuasi masyarakat kontemporer
(konsumer) untuk bergaya hidup tertentu dan mengonsumsi produk tertentu; bahkan
juga membebani konsumen dengan proyeksi atas identitas, kepuasan, rasa
diterima, kegembiraan, kebahagiaan, dan prestise sosial. Semua itu, adalah
hasil manipulasi simbolis dunia periklanan. Kini, masyarakat tidak mampu lagi
membedakan antara realitas nyata dan realita buatan (hiper-realitas)
media.
Kesadaran
masyarakat modern dan posisinya dalam kontruksi sosial yang ada (bagaimana
masyarakat kontemporer diorganisasikan), ditentukan oleh iklan. Massifikasi
simbol melalui iklan, telah mempercepat terjadinya internalisasi kebudayaan
(bahkan kooptasi kultural). Salah satu contoh, Coca-cola sebagai produk minuman
yang tidak indegenious (tidak mempunyai muatan lokal) mampu mencetak
angka penjualan tertinggi di Indonesia. Kesuksesan itu, merupakan hasil
strategi periklanan yang mampu menciptakan pertautan emosional antara objek
dengan konsumen lewat pencitraan.
Nalar Kritis
Bagi masyarakat
saat ini, apa yang dicari dalam konsumsi bukan lagi makna-makna ideologis
melalui tindakan sublasi, melainkan kegairahan dan ekstasi dalam pergantian
objek-objek konsumsi. Yang dicari dalam berkomunikasi bukan lagi pesan-pesan
dan inforasi, melainkan kegairah dalam berkomunikasi itu sendiri, dalam bermain
dengan tanda, citraan dan medianya.
Konsumsi lebih
dilandasi oleh nilai, tanda dan citraan, ketimbang nilai utilitas. Sementara
logika yang mendasarinya, bukan lagi logika kebutuhan (need) melainkan
logika hasrat (desire). Apa yang diproduksi pasar, tak lebih dari
sekadar pemenuhan kebutuhan palsu, kebutuhan yang diciptakan oleh para
produsen.
Adorno, salah
seorang tokoh mahzab Frankfurt, melihat hal itu sebagai salah satu bentuk
penipuan massa (mass deception); ia menciptakan kebutuhan yang
sebetulnya tidak dibutuhkan secara hakiki (Piliang: 1999).
Konsumerisme
berlebihan (conspious consumption) sudah menjadi bagian kehidupan
sehari-hari, dan tidak hanya dilakukan para selebritis, kaum jet-set,
remaja menengah perkotaan saja. Lebih parah lagi, belanja gaya hidup (life
style shopping), sudah menjalar pada seluruh lapisan masyarakat, menjadi
sebuah realitas yang tak terelakkan (taken for granted).
Deskripsi hidup
manusia modern yang dikepung bahasa simbolis periklanan, layak mendapat
perhatian. Iklan membuat manusia modern kehilangan daya kritis dan
emansipatoris terhadap bagaimana beroperasinya simbol-simbol yang menjadi
"bahasa kepercayaan'' itu.
Pada akhirnya,
mereka teralienasi oleh ruang pencitraan dan terkepung rasionalitas instrumen;
yakni mereka hanya tahu bertindak rasional, tapi tidak mampu memahami substansi
dan tujuan tindakan tersebut.
Budaya masyarakat
post-industri (konsumerisme) yang irasional dan menghegemoni kesadaran
"massa'', perlu untuk dikritisi. Ada berbagai media untuk membuat counter
balik, dan menumbuhkan sikap emansipatoris masyarakat.
Di antaranya studi
kebudayaan kontemporer, yang berusaha menyingkap berbagai hal dalam proses
produksi, reproduksi, distribusi, sampai ke proses identifikasi melalui simbol
yang dimanfaatkan untuk mencari ruang-ruang tempat kreativitas individu masih
bisa bermain.
Usaha advokasi,
baik oleh institusi formal seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
maupun institusi informal semacam media watch, sangat baik untuk
mendidik masyarakat agar bersikap kritis dan melindungi hak-haknya sebagai
konsumen.
Tak kalah
pentingnya adalah, memanfaatkan jalur periklanan itu sendiri seperti teve,
media cetak, dan radio untuk menyadarkan masyarakat.
Salah satunya,
dengan penyelenggaraan program televisi yang menguak seluk-beluk dunia
periklanan. "Apa di balik iklan'', baik segi positif maupun negatifnya,
dikupas secara proporsional untuk mendidik masyarakat. Hal itu juga dalam
rangka mengembalikan fungsi fundamental media massa sebagai media public
education, lewat program-programnya yang informatif dan educatif.
Jika konsumen telah
terbangun dari posisinya sebagai "massa yang diam'' (silence mass),
maka proses kreatif dan inovatif mereka akan muncul dengan sendirinya. Mereka
akan mulai berusaha lepas dari cengkeraman kapitalisme global, yang selama ini
mengkonstruknya.
Konsumen yang
aktif, kritis, dan emansipatoris, akan memiliki bargaining position di
era global. Mereka tidak sekadar menjadi objek, tapi juga subjek.
Dengan demikian,
kerentanan masyarakat risiko yang mudah terindoktrinasi nilai dan ideologi
global dapat dieliminasi, bahkan dapat dihapus. (41)
disclaimer:
Artikel ini milik Endriani DS. Apabila ybs merasa keberatan, silahkan tinggalkan komentar, agar pengelolah blog ini menghapus post ini. terima kasih
Manusia Marx, John Roosa
Saat memutuskan untuk mempertahankan larangan terhadap
Marxisme-Leninisme awal 2000, anggota MPR sebenarnya terbenam dalam kontradiksi
logis. Kalau mau melarang sesuatu seseorang harus bisa mengidentifikasi,
mendefinisikan dan tahu apa yang mau dilarang. Sementara untuk tahu apa yang
dimaksud Marxisme-Leninisme orang harus membaca buku-buku yang dilarang oleh
MPR. Pejabat pemerintah yang mau menegakkan aturan itu harus melanggarnya lebih
dulu: mereka harus mempelajari apa yang akan mereka sensor. MPR menetapkan
aturan yang tidak mungkin dilaksanakan oleh pemerintah dan tidak mungkin
ditaati masyarakat pula. Negara mencap Marxisme-Leninisme sebagai sesuatu
yang jahat tapi tidak mampu, tanpa melanggar hukumnya sendiri, merumuskan apa sesuatu
itu: apakah sesuatu itu ideologi? Pendekatan filsafat? Metodologi ilmu
sosial? Cara berpikir? Atau setan dari neraka yang bangkit tiap malam Jumat?
Karena hanya disuruh membenci tanpa pernah tahu apa yang dibenci,
maka lahirlah pandangan irasional tentang Marxisme-Leninisme di Indonesia.
Marxisme-Leninisme menjadi hantu yang keberadaannya harus dipercaya semua orang
tapi tanpa seorang pun dapat menunjukkan wujudnya. Karena orang tidak bisa
mengidentifikasi hantu itu, mereka cenderung percaya bahwa pejabat negaralah
yang tahu caranya. Kabarnya beberapa pejabat tinggi, seperti para pengajar di
Lemhanas, membaca buku-buku Marx dan Lenin dan memahami seluruh isinya (Artinya
setiap orang yang diindoktrinasi oleh Orde Baru harus mencurigai para pejabat
ini sebagai Marxis-Leninis). Jika negara memproklamirkan hantu
Marxisme-Leninisme itu telah "menyusup" ke partai-partai politik,
organisasi hak asasi manusia, serikat buruh, maka semestinya kita setuju bahwa
negara lebih tahu soal itu dari kita. Walau partai atau organisasi yang kita
lihat sebenarnya biasa saja, pejabat negara ternyata tahu wujud setan bertopeng
itu. Mereka tahu cara melihat hantu; rupanya ada alat optik khusus yang membuat
mereka bisa melihat hal-hal yang tak terlihat oleh kita. Kita tidak boleh bikin
penilaian sendiri tentang baik-buruknya pemikiran atau organisasi tertentu;
kita harus percaya para pejabat karena mereka lebih tahu dari kita. Mereka tahu
semua bahaya laten di atas maupun bawah tanah. Para politisi pasca-Soeharto,
yang menyetujui pelarangan Marxisme-Leninisme, rupanya tetap percaya bahwa
orang Indonesia belum cukup umur untuk berpikir sendiri. Massa mengambang terus
saja mengambang.
Sebenarnya sejak 1966 para pejabat negara itulah yang mengambang
dalam ketidaktahuan. Mereka mendapat tugas melarang sesuatu yang tidak mereka
pahami, sehingga mahasiswa Indonesia dengan bebas membaca karya Antonio Gramsci
karena para pejabat tidak tahu bahwa ia seorang Marxis. Tapi di sisi lain ada
tukang bakso miskin yang menulis "PKI Madiun Bangkit" di dinding
rumahnya tahun 1995, dan langsung diseret ke kantor polisi dan diinterogasi
karena dianggap pimpinan PKI bawah tanah yang baru. Pejabat negara terus
menengarai kehadiran PKI dalam gambar di sampul kaset, cincin dan kaos oblong.
Di Jawa Tengah, bahkan merek baju Hammer (Palu) dan jeans Tira (kalau
dibalik, Arit) dicurigai sebagai "cara-cara komunis menyampaikan
pesan".
Tentu saja kebanyakan orang Indonesia, berhadapan dengan negara
yang terus bicara tentang Marxisme-Leninisme sebagai hantu jahat tanpa pernah
menjelaskannya, ingin tahu apa sesungguhnya mahluk misterius itu. Atmosfir
irasional, yang mirip dengan penggeropyokan dukun santet, tidak memungkinkan
kita melihat soal yang sangat mendasar: kita sebenarnya tidak mungkin
mendefinisikan Marxisme-Leninisme. Pelarangan sesuatu secara hukum bertolak
dari anggapan bahwa sesuatu itu dapat didefinisikan. Tapi di sini hukum
melarang sesuatu yang tidak pernah disepakati definisinya. Tak seorang pun
dengan pasti bisa menyatakan apa sesungguhnya Marxisme-Leninisme itu. Perbedaan
pendapat yang paling hebat justru terjadi di antara mereka yang menganggap diri
sebagai pengibar bendera Marxisme-Leninisme. Perbedaan itu bukan semata soal
istilah atau kata yang ditafsir berbeda tapi ada interpretasi yang bertentangan
dan tidak dapat didamaikan.
Terjadinya Isme-Isme
Mari kita mulai dari istilahnya yang terdiri atas nama belakang
dua orang, Marx dan Lenin, yang digabungkan dengan tanda hubung lalu diberi
imbuhan -isme untuk menjadikannya sejenis doktrin. Analisis linguistik
sederhana itu membawa pertanyaan: bagaimana hidup dan karya seorang Jerman
(1818-1883) dan seorang Rusia (1870-1924) itu bisa menjadi -isme? Karl Marx dan
Vladimir Ilyich Lenin tidak pernah bertemu semasa hidup. Lenin adalah remaja 13
tahun di Simbirsk, Rusia ketika Marx meninggal dunia di London. Artinya dua
orang itu tidak pernah bertemu dan duduk bersama membuat rancangan
prinsip-prinsip apa pun. Lalu bagaimana caranya kedua -isme itu digabung dan
dianggap sebagai kesatuan?
Marx dan Lenin memang tokoh dalam sejarah; mereka hidup pada saat
dan tempat tertentu. Tapi fakta sederhana ini perlu diingat ketika kita bicara
tentang gagasan mereka sebagai -isme. Keduanya adalah anak sekolah yang
beranjak dewasa lalu sakit-sakitan dan menjadi tua. Mereka berulangkali berubah
pikiran saat mendalami subyek tertentu dan berhadapan dengan dunia yang terus
berubah. Mereka tidak selalu konsisten pada apa yang dikatakan sebelumnya. Dan
tidak semua tulisan mereka disusun dengan jelas. Mereka meninggalkan sejumlah
teks yang lebih menyerupai potongan daripada sebuah cerita utuh. Keduanya tidak
pernah menulis pernyataan lugas dan tegas yang dengan mudah bisa ditafsirkan
sebagai -isme seperti misalnya sepuluh perintah Allah. Marx pernah menulis
kalimat yang kemudian terkenal kepada sejumlah pembaca yang mengklaim diri
"Marxis", "yang saya tahu, saya bukanlah seorang Marxis".
Gagasan Marx diolah menjadi -isme setelah ia tiada. Tahun 1883
saat ia meninggal, ada gerakan radikal yang hidup di Eropa. Dalam perdebatan di
antara orang-orang yang ingin mengubah masyarakat itu, ada yang merujuk
tulisan-tulisan Marx sebagai sumber kebajikan. Marx memang intelektual yang
luar biasa dan seringkali mengungguli argumen lawan-lawannya. Di tanah
kelahirannya, Jerman, banyak pemimpin gerakan Sosial-Demokratik (seperti Edward
Bernstein dan Karl Kautsky) adalah pembela apa yang mereka sendiri sebut
sebagai Marxisme. Mereka boleh dibilang adalah pembela terpenting karena
mewakili gerakan jutaan buruh dan memiliki sumberdaya yang mengesankan. Mereka
melihat Marxisme sebagai analisis kapitalisme modern. Kautsky menyebutnya
"doktrin ekonomi" dan memasang frasa itu dalam judul bukunya.
Marxisme bagi mereka terutama adalah teori mengenai upah, profit dan harga.
Sementara itu Lenin muda, yang sangat dipengaruhi oleh diskusi
Marxisme di Jerman ketika tinggal di Rusia, adalah salah satu aktivis radikal
yang melihat gagasan Marx sebagai -isme. Tapi ia melangkah lebih jauh daripada
penulis seperti Kautsky. Saat berusia 20-an dan 30-an tahun ia emnulis tentang
Marxisme sebagai jalan memahami segala sesuatu. Ia menyebutnya: "pandangan
dunia". Marxisme bagi Lenin bukan hanya cara memahami masyarakat kapitalis
modern melainkan doktrin menyeluruh dengan yang dilengkapi prinsip-prinsip
dasar untuk memahami keseluruhan sejarah umat manusia, proses hidup tanaman dan
hewan, dan bentuk kehidupan di masa mendatang. Prinsip dasar Marxisme versinya
atau kunci untuk memahami semua kenyataan di dunia, adalah materialisme dan
dialektika. Lihat misalnya tulisan Marxisme dan Revisionisme yang terbit
1908. Saat merumuskan strategi gerakan ia menggunakan Marxisme seperti
pentungan untuk menghajar aktivis radikal lain yang menjadi lawan debatnya.
Karena itu dengan Marxisme versinya, ia bisa mengklaim tahu kebenaran absolut tentang
dunia dan arah perjalanan sejarah.
Ketika partai Bolshevik yang dipimpin Lenin berhasil melancarkan
revolusi melawan Tsar Rusia tahun 1917 dan menjadi partai berkuasa, orang pun
menganggap Lenin memiliki strategi yang tepat. Dan kalau strateginya tepat,
maka ia tentu punya prinsip-prinsip filsafat yang tepat pula untuk memandu
strateginya. Keberhasilan gerakannya membuat teorinya mengenai Marxisme seakan
tanpa cacat. Setelah 1917 kaum radikal menganggap Lenin sebagai penasfir
gagasan Marx yang paling tepat. Lenin menjelaskan strateginya sebagai pembaruan
dan adaptasi Marxisme secara kreatif. Terobosannya ada pada teori mengenai
organisasi. Inti dari paradigma Lenin adalah membangun partai politik yang
dapat merebut kekuasaan negara melalui insureksi di kota yang dilakukan oleh
buruh industri.
Selama terlibat mengorganisir buruh Marx tidak pernah membentuk
partai politik untuk merebut kekuasaan negara. Marx adalah motor penggerak yang
membangun federasi serikat buruh internasional antara 1864 sampai 1872, yang
dikenal dengan sebutan Internasionale Pertama. Federasi itu bukan sebuah badan
terpusat dari atas ke bawah yang memberi perintah cabang-cabangnya untuk
bertindak, melainkan kumpulan berbagai serikat (dari Prancis, Inggris, Spanyol,
Amerika Serikat dan lainnya) yang bertemu tiap tahun, memperdebatkan strategi
dan memberi santunan bagi buruh yang mogok. Dalam wawancara dengan seorang
jurnalis Amerika tahun 1871 Marx mengatakan pencapaian terbesar dari federasi
itu adalah menghalangi buruh dari berbagai negeri dipakai untuk melawan satu
sama lain: "Sebelumnya, pemogokan di satu negeri dipatahkan dengan
mendatangkan buruh dari negeri lain. Internasionale hampir berhasil
menghentikan itu. Organisasi ini menerima informasi rencana mogok, menyebarluaskan
informasi itu kepada anggotanya, dan seketika menganggap tempat yang dilanda
mogok sebagai daerah terlarang. Kaum majikan dengan begitu harus berhadapan
sendiri dengan buruhnya. Dengan begini, pemogokan pembuat cerutu di Barcelona
berhasil meraih kemenangan pada hari berikutnya." Internasionale Marx
adalah organisasi serikat-serikat buruh, bukan himpunan partai politik.
Marx yakin bahwa buruh seharusnya mengambil kekuasaan negara tapi
tidak punya blueprint universal untuk mencapai tujuan itu. Cara buruh mengambilalih
kekuasaan akan berbeda dari satu negeri ke negeri lain. Ada banyak metode
berbeda untuk meningkatkan kekuatan buruh: koperasi, serikat buruh, partai
politik dan seterusnya. Ia berpikir bahwa di negeri tertentu seperti Inggris,
di mana hak-hak sipil lebih diakui, buruh dapat merebut kekuasaan dengan aksi
politik sipil. Dalam wawancara yang sama ia mengatakan, "Insureksi tidak
masuk akal kalau agitasi damai lebih cepat dan pasti mendatangkan hasil."
Penekanan Lenin pada partai politik sebagai pelopor yang memimpin
gerakan buruh untuk merebut kekuasaan negara melalui insureksi mungkin salah
satu penafsiran yang balid terhadap gagasan Marx mengenai strategi. Tapi jelas
bukan satu-satunya penafsiran yang valid. Masalahnya keberhasilan Revolusi Soviet
membuat strategi Lenin seolah-olah satu-satunya penafsiran yang valid untuk
semua negeri.
Seperti halnya berbagai penafsiran Marxisme dibakukan setelah
kematian Marx, berbagai tafsir terhadap Leninisme juga dibakukan setelah Lenin
wafat. Orang yang paling bertanggungjawab untuk membakukan versi resmi
Leninisme adalah Josef Stalin, pemimpin Partai Komunis Uni Soviet yang
bertangan besi. Sebelum kematiannya, Lenin mengingatkan pemimpin partai yang
lain bahwa Stalin tidak boleh dibiarkan memimpin partai. Tapi Stalin akhirnya
berhasil merebut kepemimpinan dalam pertarungan setelah kematian Lenin dan
menciptakan kediktatoran. Lenin yang mengembangkan pikirannya sendiri tentang
Marxisme, setidaknya masih setia pada pikiran Marx. Tapi Stalin menciptakan
Leninisme yang sepenuhnya mengingkari Lenin (dan Marx).
Stalin menciptakan kultus individu Lenin yang sudah meninggal:
patung-patung Lenin dididirikan di seluruh Uni Soviet, anak sekolah diajar
untuk menyembahnya seperti tokoh superhuman tanpa cacat, dan sebuah mausoleum
dibangun di Moskow, menjadi semacam tempat ziarah baru. Stalin mengatur agar
jenazah Lenin dibalsem dan dengan begitu diabadikan seperti seorang firaun dari
Mesir. Tafsir Stalin terhadap Lenin sebenarnya mencerminkan hal yang sama:
membuat pikiran Lenin menjadi mumi yang tak bergerak. Saat jenazah Lenin tengah
dibalsem, Stalin memberi kuliah di universitas yang kemudian diterbitkan 1924
dalam bentuk buku yang berjudul Dasar-Dasar Leninisme. Di bawah Stalin,
Leninisme dan juga Marxisme, tidak lebih dari ideologi negara yang sakral.
Marxisme-Leninisme menjadi semacam agama resmi negara.
Salah satu ritual partai komunis di Uni Soviet adalah memasang
potret Marx, Engels, Lenin dan Stalin dalam satu baris, seolah mereka adalah
deretan orang suci, yang menghibahkan bendera revolusi buruh dari satu generasi
ke yang lain. Potret-potret itu biasanya dipasang dalam pigura dan digantung di
kantor-kantor partai. Gambar potret empat tokoh berukuran besar dipasang di
lapangan kota dan stadion olahraga.
Saat memasuki usia senja, Karl Kautsky, merenungi pendewaan empat
orang itu dan vulgarisasi pikiran Marx di Uni Soivet. Dalam Marxisme dan
Bolshevisme yang terbit 1934 ia menulis, "tak ada yang lebih
dikhawatirkan Marx daripada pendangkalan ajarannya menjadi sekte yang ketat…
Apa yang akan dikatakannya seandainya masih hidup melihat sekelompok Marxis
yang berhasil merebut kekuasaan negara malah membuat Marxisme menjadi agama
negara, sebuah agama yang keyakinan dan tafsirnya diawasi oleh negara, sebuah
agama yang tidak boleh ditafsirkan berbeda – salah sedikit mendapat ganjaran
keras dari negara; sebuah Marxisme yang berkuasa dengan cara-cara sama
seperti Inkuisisi Spanyol, dikobarkan dengan api dan pedang, menciptakan
praktek ritual teatrikal seperti yang digambarkan oleh jenazah Lenin dibalut
balsem?"
Membebaskan Marx dari Marxisme Soviet dan Anti-Marxisme
Uni Soviet di bawah Stalin dan penerusnya, begitu memuja Marx
sampai-sampai justru melecehkannya. Marx, pelarian berjenggot asal Jerman yang
hidup miskin di London akhirnya dianggap bertanggungjawab atas kejahatan
kediktatoran Stalin yang mengerikan dan terjadi di sebelah timur Eropa 50 tahun
setelah kematiannya. Orang anti-komunis mengatakan gagasan Marx adalah akar
totalitarianisme Stalin. Beberapa di antaranya malah secara absurd mengatakan
bahwa akarnya dapat ditelusuri lebih jauh kepada mereka yang mempengaruhi Marx,
seperti Hegel dan Rousseau. Mereka menilai Marx berdasarkan apa yang terjadi di
Uni Soviet. Karena itu Marxisme dianggap runtuh seiring ambruknya Uni Soviet
tahun 1990, seolah-olah nasib analisis Marx tentang kapitalisme sepenuhnya
bergantung pada keberadaan Uni Soviet.
Literatur tentang Marxisme yang diterbitkan negara Soviet juga
mengacaukan persepsi kita tentang Marx. Terbitan-terbitan itu cenderung
mereduksi gagasan Marx menjadi perangkat prinsip yang kebal kritik:
materialisme historis dan materialisme dialektik adalah prinsip yang paling
terkenal, seperti dikatakan Herbert Marcuse dalam Marxisme Soviet: Sebuah
Kritik.
Marx sendiri tidak pernah membuat apalagi menganut prinsip-prinsip
yang dalam kepustakaan Soviet disebut berasal darinya. Menurut versi standar
Soviet tentang materialisme historis, Marx digambarkan sebagai orang yang
percaya bahwa perubahan dalam teknologi akan menghasilkan perubahan dalam
pengorganisasian produksi ekonomi yang nantinya akan menghasilkan perubahan
dalam kebudayaan. Ini adalah pandangan teori sejarah "determinsime
teknologi", karena menganggap teknologi sebagai penyebab dasar semua
perubahan sosial. Marx sendiri tahun 1881 menulis surat-surat kepada
"Marxis" Rusia yang mengatakan teori "determinisme
teknologi" ini adalah miliknya. Marx membalas bahwa ia tidak pernah
bermaksud merumuskan "teori lintas-sejarah" yang valid untuk sejarah
umat manusia.
Untuk memahami pikiran Marx, orang perlu membaca teks-teksnya dan
memahaminya dalam konteks sejarah, membebaskannya dari interpretasi mereka yang
menyebut dirinya Marxis. Pikiran Marx seharusnya dilihat lepas dari pikiran
orang lain, termasuk sahabatnya yang sering menulis bersama, Friedrich Engels.
Berbeda dari anggapan tradisi Marxis yang berkembang kemudian, kedua orang ini
tidak bisa dianggap sebagai kembar siam secara ideologi. Dalam beberapa hal,
tulisan Engels justru menjadi awal dari vulgarisasi pikiran-pikiran Marx. Ia
misalnya menulis tentang dialektika sebagai prinsip a priori untuk memahami
semua gejala alam. Prinsip yang sama sekali tidak ada dalam tulisan Marx.
Karena Engels hidup lebih lama, sampai 1894, ia giat terlibat dalam politik
radikal di Eropa dan banyak Marxis, termasuk Lenin, memahami Marx berdasarkan
tafsiran Engels.
Marx bukan orang suci atau setan. Ia seorang intelektual cemerlang
yang coba memahami dunia sekelilingnya. Argumennya tidak bisa diterima begitu
saja tanpa kritik, tapi sebaliknya tidak bisa dikritik tanpa terlebih dulu
menggeluti teks-teksnya secara teliti. Pikiran Marx dalam hal ini sama
pentingnya bagi zaman modern seperti halnya Kant, Hegel, Darwin, Freud dan
Weber.
Sering dikatakan bahwa ilmu sosial Barat adalah dialog
berkepanjangan dengan Marx. Dialog ini biasanya tidak adil terhadap Marx. Jika
di Indonesia setelah 1965 kaum intelektual menyetujui pemberangusan pikiran
Marx, di Barat intelektual membiarkan Marx bicara tapi tidak mau
mendengarkannya. Buku-bukunya bisa didapat dengan bebas dan dipakai dalam
kuliah di universitas. Teks-teks Marx bukan hanya sulit dibaca tapi juga
dikelilingi rerimbunan argumen anti-Marxis. Banyak intelektual yang sepertinya
merasa wajib menciptakan alasan tertentu untuk mendiskreditkan dirinya. Dengan
adanya sentimen anti-Marxis ini, tentu mudah menganggap Marx sebagai idiot atau
sebagai pemberontak yang bernapsu jahat tanpa berusaha mendengarnya terlebih
dulu.
Dalam hitungan saya sekurangnya ada delapan kritik terhadap Marx
yang biasa dipakai. Ia dituduh, (1) terlalu materialistik dan tidak memberi
perhatian pada ideologi dan kebudayaan, (2) seorang pemikir dari abad ke-19
yang tidak relevan lagi dalam abad ke-20 atau ke-21 ini, (3) seorang pemikir
Eropa yang tidak relevan bagi wilayah lain di luar Eropa, (4) seorang chauvinist
yang mendukung kolonialisme, (5) menerapkan pandangan "teleologis"
dalam sejarah – artinya menganggap masyarakat manusia menuju arah tertentu,
yakni sosialisme, (6) hanya memperhatikan penindasan kelas dan tidak memahami
jenis-jenis penindasan lain seperti misalnya, ras dan jender, (7) menentang
demokrasi karena mendukung gagasan "kediktatoran proleratiat" dan (8)
seorang ateis yang menganggap agama sebagai "candu bagi rakyat".
Saya pikir tak satu pun kritik itu akan berlaku setelah kita
membaca karya Marx dengan hati-hati. Kritik-kritik itu biasanya salah sama
sekali dan harus ditolak, atau tidak terlalu tepat sehingga harus dirumuskan
lagi. Misalnya mengenai butir terakhir. Ia tidak melihat agama semata-mata
sebagai siasat kelas penguasa untuk menipu kelas-kelas bawah dan menghalangi
mereka memahami realitas penindasan (karena itu disebut "candu bagi
rakyat"). Ia juga menyebut agama sebagai "hati dalam dunia tanpa
nurani" dan "keluh duka kaum tertindas". Ia paham bahwa buruh
berpaling pada lembaga agama untuk mencari dukungan emosional dan bantuan
ekonomi saat mereka berjuang bertahan hidup dalam ketidakpedulian terhadap
nasib mereka. Dalam hal ini Marx sama ateisnya dengan kaum borjuis di zamannya.
Seperti banyak orang lain di zaman itu, ia menganggap berkembangnya ilmu dan
keamanan ekonomi membuat orang tidak lagi melihat perlunya agama. Jadi, ia tak
pernah menyerang agama atau mengobarkan pelarangan terhadap agama. Tentu saja
ada alasan untuk bersikap kritis terhadap Marx. Anjuran saya, sebaiknya kita
mempelajarinya sungguh-sungguh sebelum mengkritik.
Sungguh ironis bahwa politisi Indonesia memilih mempertahankan
pelarangan terhadap tulisan Marx setelah krisis ekonomi Asia 1997. Padahal Marx
dengan piawai menggambarkan naik turunnya siklus kapitalisme yang dahsyat:
"Revolusi terus menerus dalam produksi, kacaunya kondisi sosial tanpa
henti, ketidakpastian dan kegelisahan yang berurat-akar membedakan era borjuis
dari yang ada sebelumnya. Semua hubungan yang pasti dan membeku, berikut
gelombang prasangka dan pendapat yang kuno lagi suci, disapu habis, segala yang
baru terbentuk menjadi usang sebelum sempat mengental. Segala yang padat
menguap dalam udara". Bukankah kalimat dari 1848 ini dengan tepat
menggambarkan keadaan Indonesia sekarang, ketika semua yang kita anggap padat
ternyata menguap dalam udara?
Krisis ekonomi mengungkap bahwa kemakmuran dan keamanan Orde Baru
sebenarnya ilusi saja – semuanya menguap dalam udara. Bukankah kapitalisme,
sistem yang hanya dapat bertahan dengan pertumbuhan dan pasar tanpa kontrol,
senantiasa menghasilkan perubahan dan instabilitas? Bukankah tujuan Marx
sesungguhnya adalah mengakhiri perubahan dahsyat dan revolusi yang dihasilkan
kapitalisme itu? Anggota MPR bisa saja melarang tulisan Marx karena dianggap
"revolusioner", tapi apa yang mereka lakukan untuk mencegah
revolusi-revolusi kapitalisme, seperti revolusi yang menghantam Indonesia tahun
1997 dan berakibat jutaan orang menjadi penganggur dan terhempas ke kemiskinan
absolut?
>>>Untuk membaca karya-karya Marx, Engels, Kautsky, Lenin
dan Marxis lainnya kita dapat melihat arsip Internet yang tidak berhasil
disensor pemerintah Indonesia di www.marxists.org
JOHN ROOSA, sejarawan yang bekerja di Universitas California,
Berkeley, AS.
Penulis Buku "pretext for Mass Murder" (Dalih Pembunuhan Massal) > dicekal Pemerintah
Kamis, 02 Agustus 2012
Komersialisasi Berita
Strategi bisnis semakin hari semakin kaya akan strategi. demi mendapatkan keuntungan yang banyak, strategi-strategi baru di luncurkan unruk menguji keampuhannya. Bahkan dengan menambahkan sedikit improvisasi dalam bidang bisnis tersebut merupakan salah satu bentuk strategi. Begitu lah juga yang terjadi di dunia bisnis Berita elektronik maupun cetak.
Postingan kali ini merupakan kegelian tersendiri bagi saya setelah menyimak beberapa Perusahaan penyedia berita elektronik maupun cetak. Jika anda pernah memberikan perhatian khusus terhadap berita yang disajikan, kadang bahkan acap kali berita yang di bahas terkesan di improvisasi. apalagi tujuannya kalau bukan mendapatkan rating penonton atau pembaca yang tinggi.
Sebagai contoh, media elekronik. Kadang saya resah dengan beberapa berita yang dimuat. Pada headlinenya dibuat sedramatis mungkin agar pemirsa tertarik. seperti saah satu headline berita pada salah satu tv swasta menuliskan "Mabes Polri di grebek KPK". Padahal KPK hanya memeriksa Mabes Polri untuk menemukan bukti dugaan korupsi. menggrebek pastinya memiliki makna konotasi dibandingkan dengan memeriksa. Mabes seakan-akan disamakan dengan tempat pelacuran atau gembong teroris.
Selain Improvisasi pada headlinenya, kadang kita juga tidak dapat membedakan antara berita dengan gosip. Acara Berita lebih smirip dengan infotaiment. Selalu menyajikan isu-isu yang belum jelas dan menimbulkan pertanyaan kepada pemirsanya.
dan hasil dari itu semua adalah rating yang semakin menjulang sehingga pemasang iklan juga membludak. Sungguh strategi Pasar yang mutakhir. tidak heran stasiun Tv dan Koran-koran dipenuhi dengan iklan-iklan. Namun tidak semua yang media yang memanfaatkan atau mengkomesialisasikan berita dengan diberikan make-up yang mencolok. masih ada juga media yang menyajikan berita yang faktual. Semoga dunia pemberitaan kita tidak mengkiblatkan pada keuntungan semata. Tapi juga menyajikan kualiatas berita yang tidak "ecek-ecek".
Postingan kali ini merupakan kegelian tersendiri bagi saya setelah menyimak beberapa Perusahaan penyedia berita elektronik maupun cetak. Jika anda pernah memberikan perhatian khusus terhadap berita yang disajikan, kadang bahkan acap kali berita yang di bahas terkesan di improvisasi. apalagi tujuannya kalau bukan mendapatkan rating penonton atau pembaca yang tinggi.
Sebagai contoh, media elekronik. Kadang saya resah dengan beberapa berita yang dimuat. Pada headlinenya dibuat sedramatis mungkin agar pemirsa tertarik. seperti saah satu headline berita pada salah satu tv swasta menuliskan "Mabes Polri di grebek KPK". Padahal KPK hanya memeriksa Mabes Polri untuk menemukan bukti dugaan korupsi. menggrebek pastinya memiliki makna konotasi dibandingkan dengan memeriksa. Mabes seakan-akan disamakan dengan tempat pelacuran atau gembong teroris.
Selain Improvisasi pada headlinenya, kadang kita juga tidak dapat membedakan antara berita dengan gosip. Acara Berita lebih smirip dengan infotaiment. Selalu menyajikan isu-isu yang belum jelas dan menimbulkan pertanyaan kepada pemirsanya.
dan hasil dari itu semua adalah rating yang semakin menjulang sehingga pemasang iklan juga membludak. Sungguh strategi Pasar yang mutakhir. tidak heran stasiun Tv dan Koran-koran dipenuhi dengan iklan-iklan. Namun tidak semua yang media yang memanfaatkan atau mengkomesialisasikan berita dengan diberikan make-up yang mencolok. masih ada juga media yang menyajikan berita yang faktual. Semoga dunia pemberitaan kita tidak mengkiblatkan pada keuntungan semata. Tapi juga menyajikan kualiatas berita yang tidak "ecek-ecek".
Dragon City Facebook
ini merupakan posting perdana bertopik Game.
Pernahkah anda menghitung jumlah game yang ada di facebook? saya belum. Jika anda tahu, tolong beri tahu. Tapi di posting kali ini, saya tidak akan berusaha menguraikan berapa jumlah game di Facebook. tapi saya akan menceritakan pengalaman saya bermain salah satu game di social network terbesar ini.
Dragon city, merupakan game online dari perusahaan game online social poin dan dapat dinikmati oleh pengguna facebook. Game ini menurut saya ber gendre adventure tapi ada yang bilang bilder dan figher (adventure kan juga begitu). Karena di game ini pemain diajak untuk mengelolah semacam kerajaan naga dengan beberapa elemen. Setiap naga memiliki elemen tertentu seperti air, tanah, api, petir dan sebagainya. mulai dari membeli naga dengan gold, memberinya makan, membangunkan habitatnya hingga bertempur dengan naga dari kerajaan lainnya.
game ini juga menyediakan bagi pemain yang memiliki kantong berat. dengan membeli gems (mata uang di DC) pemain akan diberikan kemudahan dalam mengembangkan kerajaannya. tapi bagi yang tak punya kantong tidak usah khawatir. Geme ini cukup asik tanpa membeli gems dan kita juga berkesempatan untuk mendapatkan gems dengan mengerjakan misi yang ada pada geme ini. untuk lebih asiknya silahkan lihat TKP-nya.
Pernahkah anda menghitung jumlah game yang ada di facebook? saya belum. Jika anda tahu, tolong beri tahu. Tapi di posting kali ini, saya tidak akan berusaha menguraikan berapa jumlah game di Facebook. tapi saya akan menceritakan pengalaman saya bermain salah satu game di social network terbesar ini.
Dragon city, merupakan game online dari perusahaan game online social poin dan dapat dinikmati oleh pengguna facebook. Game ini menurut saya ber gendre adventure tapi ada yang bilang bilder dan figher (adventure kan juga begitu). Karena di game ini pemain diajak untuk mengelolah semacam kerajaan naga dengan beberapa elemen. Setiap naga memiliki elemen tertentu seperti air, tanah, api, petir dan sebagainya. mulai dari membeli naga dengan gold, memberinya makan, membangunkan habitatnya hingga bertempur dengan naga dari kerajaan lainnya.
game ini juga menyediakan bagi pemain yang memiliki kantong berat. dengan membeli gems (mata uang di DC) pemain akan diberikan kemudahan dalam mengembangkan kerajaannya. tapi bagi yang tak punya kantong tidak usah khawatir. Geme ini cukup asik tanpa membeli gems dan kita juga berkesempatan untuk mendapatkan gems dengan mengerjakan misi yang ada pada geme ini. untuk lebih asiknya silahkan lihat TKP-nya.
Langganan:
Postingan (Atom)